Sederhana
adalah kata sifat yang bermakna “bersahaja” atau “tidak berlebih-lebihan”.
Orang yang hidup sederhana adalah orang yang hidup dengan bersahaja dan tidak
berlebih-lebihan. Ketika kekurangan, orang yang sederhana tidak akan
menghalalkan segala cara, termasuk menyusahkan dirinya, untuk memperoleh harta
agar dihormati oleh orang lain. Begitu pula, ketika mempunyai harta lebih,
orang sederhana tidak akan tergoda untuk bermewah-mewahan, menumpuk hartanya di
rumah sendiri, tidak pula memanjakan diri dengan segala fasilitas serba lux.
Kesederhanaan adalah kisah langka di era modern. Buktinya,
banyak dari kita yang selalu merasa “tidak cukup”, meski hidup sudah tercukupi.
Bahkan karena tidak bisanya hidup sederhana, ada orang yang sedang dihukum pun
nekad membawa kemewahan ke dalam penjara. Mungkin baginya, tidak sah hidup di
zaman kini tanpa melekatkan berbagai atribut kemewahan dalam dirinya.
Di era yang menjadikan benda sebagai pujaan, kesederhanaan
adalah nilai usang. Hidup sederhana dianggap tidak populer dan tidak
mempopulerkan. Kalau pun banyak orang sederhana, itu karena tidak ada pilihan
lain kecuali hidup “seadanya”. Orang yang hidup terjepit nasib dan pemiskinan.
A.
Tidak Berlebihan
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
079. (Maka keluarlah) Karun (kepada kaumnya dalam kemegahannya) berikut para pengikutnya yang banyak jumlahnya; mereka semuanya menaiki kendaraan seraya memakai pakaian emas dan sutra. Kuda-kuda serta keledai-keledai yang mereka naiki pun dihiasnya. (Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, "Aduhai!) huruf Ya di sini menunjukkan makna Tanbih (Kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun) dalam masalah keduniawian (sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan) yakni bagian (yang besar.") yang sangat banyak keberuntungannya.
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً
وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ
080. (Berkatalah) kepada mereka (orang-orang yang dianugerahi ilmu) tentang apa yang telah dijanjikan oleh Allah kelak di akhirat, ("Kecelakaan yang besarlah bagi kalian) lafal Wailakum ini adalah kalimat hardikan (pahala Allah) di akhirat berupa surga (adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh) daripada apa yang diberikan oleh Allah kepada Karun di dunia (dan tidak diperoleh pahala itu) yakni surga (kecuali oleh orang-orang yang sabar") di dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi maksiat.
فَخَسَفْنَا بِهِ
وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ
اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ المُنتَصِرِينَ
081.
(Maka Kami benamkan dia) Karun (beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak
ada lagi baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah)
seumpamanya penolong itu dapat mencegah kebinasaan dari diri Karun. (Dan tiadalah ia termasuk orang-orang yang
dapat membela dirinya) dari azab Allah.
وَأَصْبَحَ الَّذِينَ
تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِالْأَمْسِ يَقُولُونَ وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ
الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلَا أَن مَّنَّ اللَّهُ
عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا وَيْكَأَنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
082. (Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu) dalam waktu yang singkat (mereka berkata, "Aduhai! Benarlah Allah melapangkan) yakni meluaskan (rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan membatasinya) menyempitkannya bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya. Lafal Way adalah Isim Fi'il yang artinya aku sangat kagum, dan huruf Kaf mempunyai makna huruf Lam. Maksudnya, aku sangat takjub karena sesungguhnya Allah melapangkan dan seterusnya (kalau Allah tidak melimpahkan harunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita pula) dapat dibaca Lakhasafa dan Lakhusifa (Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari.") nikmat Allah seperti Karun tadi.
Padahal Islam adalah agama yang menganjurkan umatnya untuk
hidup sederhana. Islam mengajarkan agar membelanjakan harta tidak secara
berlebih-lebihan dan tidak pula kikir (QS Al-Furqaan 25: 67). Di sisi
lain, Islam juga mengecam mereka menumpuk-numpuk harta dengan akan memasukan ke
neraka Huthamah (QS. Al-Humazah: 1-9). Sementara mereka yang sukanya
menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, diancam
dengan siksaan pedih dan menyakitkan (QS. At-Taubah:34).
Bukan tanpa alasan Islam menganjurkan umatnya untuk hidup
sederhana. Pola hidup sederhana sejatinya akan membawa ketenangan hidup. Pola
hidup sederhana juga bisa menjauhkan diri dari gaya hidup boros dan
berlebih-lebihan (konsumtivisme). Orang yang sederhana, hidupnya tidak
diburu oleh nafsu, pikiran selalu kurang, dan oleh berbagai ambisi yang membuat
jiwa semakin kering.
B. Pemboros Sahabat
Setan
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيراً
026. (Dan berikanlah) kasihkanlah (kepada keluarga-keluarga yang dekat) famili-famili terdekat (akan haknya) yaitu memuliakan mereka dan menghubungkan silaturahmi kepada mereka (kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros) yaitu menginfakkannya bukan pada jalan ketaatan kepada Allah.
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ
كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً
027. (Sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah saudara-saudara setan) artinya berjalan pada jalan setan (dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya) sangat ingkar kepada nikmat-nikmat yang dilimpahkan oleh-Nya, maka demikian pula saudara setan yaitu orang yang pemboros.
Ibnu Katsir rahimahullah
mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauhi sikap boros dengan
mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan”.
Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal
ini.
Ibnu Katsir
juga mengatakan, “Disebut saudara setan karena orang yang boros dan
menghambur-hamburkan harta akan mengantarkan pada meninggalkan ketaatan pada
Allah dan terjerumus dalam maksiat.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8: 475)
Dalam tafsir
Jalalain disebutkan bahwa orang yang boros, mereka telah mengikuti jalan setan
sehingga disebut dalam ayat mereka adalah saudara setan. (Tafsir Al Jalalain,
294)
Syaikh As
Sa’di rahimahullah mengatakan, “Orang yang boros disebut temannya
setan karena setan tidaklah mengajak selain pada sesuatu yang tercela. Setan
mengajak manusia untuk pelit dan hidup boros atau berlebih-lebihan. Padahal
Allah memerintahkan kita untuk bersikap sederhana dan pertengahan (tidak boros
dan tidak terlalu pelit).
C. Larangan Kikir dan
Boros
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوماً مَّحْسُوراً
029. (Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu) artinya janganlah kamu menahannya dari berinfak secara keras-keras; artinya pelit sekali (dan janganlah kamu mengulurkannya) dalam membelanjakan hartamu (secara keterlaluan, karena itu kamu menjadi tercela) pengertian tercela ini dialamatkan kepada orang yang pelit (dan menyesal) hartamu habis ludes dan kamu tidak memiliki apa-apa lagi karenanya; pengertian ini ditujukan kepada orang yang terlalu berlebihan di dalam membelanjakan hartanya.
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ
الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيراً بَصِيراً
030. (Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rezeki) meluaskannya (kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasinya) menyempitkannya kepada siapa yang Dia kehendaki (sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya) mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang terlahirkan tentang diri mereka karena itu Dia memberi rezeki kepada mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
Perbuatan boros adalah gaya hidup gemar
berlebih-lebihan dalam menggunakan harta, uang maupun sumber daya yang ada demi
kesenangan saja. Dengan terbiasa berbuat boros seseorang bisa menjadi buta terhadap
orang-orang membutuhkan di sekitarnya,sulit membedakan antara yang halal dan
yang haram,mana boleh mana tidak boleh dilakukan, dan lain sebagainya. Allah
SWT menyuruh kita untuk hidup sederhana dan hemat, karena jika semua orang
menjadi boros maka suatu bangsa bisa rusak/hancur.
Oleh sebab itu mari kita hindari sifat
boros dalam hidup kita agar kita bisa hidup bahagia tanpa harta yang banyak
bersama seluruh anggota keluarga kita. Ada peribahasa hemat pangkal kaya,
sehingga dengan menjadi orang yang bergaya hidup sederhana walaupun kaya raya
maka hartanya akan berkah dan terus bertambahdari waktu ke waktu.
Dan
janganlah orang orang yang kikir dengan apa yang telah dikaruniakan Allah
kepadanya mengira,bahwa kekikiran itu baik bagi mereka.Tidak,melainkan
membahayakan mereka,kelak harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan
dilehernya dihari kiamat, Dan kepunyaan Allah segala pusaka dilangit dan
dibumi,dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S; Ali Imran:180)
Penjelasan
ayat.
ALLAH SWT. menegaskan bahwa orang-orang
yang telah diberi harta dan limpahan karunia Allah SWT. kemudian mereka
bakhil,tidak mau mengeluarkan kewajiban mengenai harta tersebut,seperti zakat
dan lain lain adalah sangat tercela jangan beranggapan bahwa kebakhilan itu
menguntungkan mereka,Harta benda akan tetap utuh dan tidak kurang bila di
nafkahkan dijalan Allah bahkan akan bertambah dan diberkahi, tetapi kebakhilan
itu suatu hal yang buruk dan merugikan mereka sendiri, karna harta yang tidak
dinafkahkan itu akan dikalungkan dileher mereka kelak dihari kiamat sebagai
azab dan siksaan yang amat berat,sebab harta benda yang dikalungkan itu akan
berubah menjadi ular yang melilit mereka dengan kuatnya,
E. Menyantuni Dhu’afa
لَّيْسَ الْبِرَّ أَن
تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَـكِنَّ الْبِرَّ
مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ
وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّآئِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ
الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُواْ
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاء والضَّرَّاء وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَـئِكَ
الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
177. (Kebaktian itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu)
dalam salat (ke arah timur dan barat)
ayat ini turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi dan Kristen yang
menyangka demikian, (tetapi orang yang
berbakti itu) ada yang membaca 'al-barr' dengan ba baris di atas,
artinya orang yang berbakti (ialah
orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab)
maksudnya kitab-kitab suci (dan
nabi-nabi,) (serta memberikan
harta atas) artinya harta yang (dicintainya)
(kepada kaum kerabat) atau
famili (anak-anak yatim, orang-orang
miskin, orang yang dalam perjalanan) atau musafir, (orang-orang yang meminta-minta) atau
pengemis, (dan pada)
memerdekakan (budak) yakni yang
telah dijanjikan akan dibebaskan dengan membayar sejumlah tebusan, begitu juga
para tawanan, (serta mendirikan salat
dan membayar zakat) yang wajib dan sebelum mencapai nisabnya secara
tathawwu` atau sukarela, (orang-orang
yang menepati janji bila mereka berjanji) baik kepada Allah atau kepada
manusia, (orang-orang yang sabar)
baris di atas sebagai pujian (dalam
kesempitan) yakni kemiskinan yang sangat (penderitaan) misalnya karena sakit (dan sewaktu perang) yakni ketika berkecamuknya perang di jalan
Allah. (Mereka itulah) yakni
yang disebut di atas (orang-orang yang
benar) dalam keimanan dan mengakui kebaktian (dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa) kepada Allah.
Maksud dari menyantuni kaum duafa ialah
memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk duafa, kaum duafa sendiri
ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (duafa) atau orang yang tidak punya
apa-apa, dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim untuk saling memberi,
itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt perlu digaris bawahi, bahwa
“memberi” tidak harus uang malah kita berikan makanan bisa tapi nanti ibadahnya
akan mengalir terus seperti halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi
tanggung jawab orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan
untuk beribadah kepada Allah atau hal positif lainnya akan terkena pahala yang
sama, ketika Dia gunakan tadi, sebaliknya degan digunakan mencopet atau judi
kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang miskin itu insya Allah
pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin itu gunakan.
Dan menurut para ulama menyantuni kaum duafa
akan menyelamatkan diri kita dari api neraka, tapi sekarang banyak manusia
yang segan megeluarkan hartanya untuk berinfak pada kaum duafa, tapi ada juga
yang selalu membantu kaum dufa itu, bukan saja yang berarti duafa pada
orang miskin juga bisa pada misalnya ; panti asuahan, membangun masjid, kepada
diri sendiri, anak yang putus sekolah biayai pendidikannya sampai tingkat
SMA , dan keluarga dekat serta orang yang sedang perjalanan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar