Laman

Rabu, 29 Mei 2013

BERKOMPETISI DALAM KEBAIKKAN

A. Iman Dan Berbuat Baik / Beramal saleh

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً 

طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


97. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. 


Iman dan amal saleh merupakan kata yang tidak asing dalam kehidupan kita,namun pelaksanaan hal ini belum kita ketahui sepenuhnya sehingga membuat sering terjerumus dalam kekeliruan dalam memahaminya.Sarana yang paling utama dan paling mendasar dalam masalah ini adalah beriman kepada Allah dan beramal Shaleh. Firman Allah ta’ala:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97).
Allah ta’ala mengabarkan dan menjanjikan bagi siapa saja yang menggabungkan antara iman dan amal shaleh dengan kehidupan yang baik di dunia ini serta balasan kebaikan di dunia dan akhirat.
Sebabnya jelas, karena orang-orang yang beriman kepada Allah ta’ala dengan iman yang benar dan berbuat amal shaleh yang dapat memperbaiki hati, akhlak, dunia dan akhirat, mereka memiliki pijakan dan landasan tempat menerima semua apa yang datang kepada mereka,baik yang berbentuk kebahagiaan dan kesenangan atau penderitaan dan kesedihan.
Jika mereka mendapatkan sesuatu yang dicintai dan disenangi, mereka menerimanya dengan rasa syukur serta menggunakannya sesuai fungsinya, dan jika mereka menggunakannya atas dasar tersebut maka timbullah perasaan gembira seraya berharap agar kebaikan tersebut tetap ada padanya dan mengandung berkah serta berharap teraihnya pahala karena dia termasuk orang-orang yang mensyukurinya. Semua itu merupakan perkara yang agung yang nilai dan berkahnya melebihi kebaikan itu sendiri sekaligus merupakan buahnya.
Mereka juga menghadapi keburukan dan kesulitan sesuai kemampuan yang mereka miliki, memperkecil semampunya, sabar terhadap apa yang tak mungkin mereka hindari. Dengan demikian, kesulitan-kesulitan tersebut memberikan mereka pengalaman dan kekuatan bagaimana menghadapi masalah. Sabar dan berharap pahala atas apa yang dialami, berdampak sangat besar atas hilangnya kesulitan, berganti dengan kemudahan dan harapan yang baik, keinginan akan karunia Allah dan ganjaran-Nya, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah  dalam hadits shahihnya:
“Sesungguhnya perkara seorang mu’min itu menakjubkan, karena semua perkara yang dialaminya adalah baik; jika mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka hal itu lebih baik baginya, jika mengalami kesulitan dia bersabar, maka hal itu lebih baik baginya, dan hal seperti itu tidak terdapat kecuali pada diri seorang mu’min.” (HR. Muslim).
Dalam hadits tersebut Rasulullah  menggambarkan bahwa seorang mu’min akan berlipat-lipat kebaikan dan buah amalnya atas setiap apa yang dialaminya.

Karena itu anda akan mendapatkan dua orang yang mengalami hal serupa baik berupa kebaikan ataupun keburukan, akan tetapi ada perbedaan yang besar di antara keduanya dalam menerimanya. Hal tersebut dapat terjadi, karena berbedanya iman dan amal shaleh pada keduanya.
Yang pertama menerima kebaikan dan keburukan sebagaimana yang telah kita sebutkan, yaitu dalam bentuk syukur dan sabar dengan segala konsekwensinya.Sehingga lahir pada dirinya perasaan bahagia dan senang,hilangnya rasa gundah gulana, perasaan tak tenang,kesempitan dada dan kehidupan sengsara, semuanya berganti dengan kehidupan bahagia di dunia ini.

Sementara yang lain menerima kesenangan dengan sombong dan melampaui batas. Akhlaknya menyimpang sehingga dia menerimanya bagaikan hewan rakus yang kelaparan, namun demikian hatinya tetap tidak tenang,bahkan gelisah dari berbagai sisi, dari sisi ketakutan akan hilangnya sesuatu yang dicintainya, dari banyaknya pertikaian yang biasanya tumbuh dari hal tersebut, dari sisi jiwanya yang tak puas-puasnya, bahkan menginginkan hal-hal lainnya yang mungkin dapat dia raih ataupun tidak. Walaupun seandainya dapat diraihnya, itupun akan mengakibatkan kegelisahan dari berbagai sisi yang telah disebutkan tadi.

Adapun jika mendapatkan kesulitan, dia menerimanya dengan panik, ketakutan dan tidak tenang. Jika demikian halnya, maka jangan tanya lagi bagaimana sempit kehidupannya, banyak pikiran dan tegang, ketakutan yang dapat mengakibatkan kondisi lebih buruk dan lebih parah lagi. Karena semua itu tidak dihadapi dengan mengharap pahala dari Allah, juga tidak dengan kesabaran yang dapat menghiburnya dan meringankan penderitaannya.
Semua itu dapat disaksikan lewat pengalaman. Satu contoh, jika anda renungkan dan anda kaitkan dengan realita yang ada, maka akan anda dapatkan perbedaan yang besar antara seorang mu’min yang mengamalkan semua tuntutan keimanannya dengan mereka yang tak seperti itu. Hal itu karena agama menyeru manusia untuk qana’ah (merasa cukup) rizki Allah dan semua yang dialami seorang hamba dari keutamaan dan karunia-Nya yang bermacam-macam.

Seorang mu’min jika ditimpa penyakit atau kefakiran atau musibah lainnya dimana setiap orang memiliki kemungkinan itu, lalu dengan keimanannya dia akan menerimanya dengan qana’ah dan ridha atas pemberian Allah kepadanya, maka hatinya menjadi tenang, tidak menuntut sesuatu yang dia tidak mampu untuk meraihnya, dirinya selalu melihat orang yang di bawahnya (yang lebih menderita dari dia) dan tidak melihat orang yang di atasnya (yang lebih senang darinya), bahkan bisa jadi dia semakin bertambah senang dan gembira jika melihat orang-orang yang dapat meraih keinginan-keinginan dunianya namun tidak memiliki sifatqana'ah atas semua itu.

Begitu juga akan anda dapatkan orang-orang yang tidak mejalankan nilai-nilai keimanan, manakala mendapatkan cobaan seperti kefakiran atau luputnya sebagian dari keinginan duniawinya, dia sangat putus asa dan menderita.
Kasus lainnya: Ketika sebab-sebab ketakutan dan kekalutan menghinggapi manusia, maka akan anda dapati orang yang imannya benar, hatinya akan mantap, jiwanya tenang, teguh dalam mencari penyelesaian serta menyelesaikan masalah yang menimpanya tersebut
dengan keluasan yang dimilikinya berupa pemikiran,perkataan dan perbuatan. Dirinya telah kokoh menghadapai gangguan yang menimpa. Kondisi seperti ini akan membuat seseorang tenang dan hatinya mantap.
Sebagaimana akan anda dapatkan orang yang tak memiliki keimanan, mengalami kondisi sebaliknya. Jika mengalami ketakutan, hatinya menjadi tak tenang,emosinya tak tekontrol, pikirannya kacau-balau dan ketakutan menjalar dalam dirinya. Sehingga dalam dirinya terkumpul ketakutan luar-dalam yang sulit untuk diungkapkan. Orang semacam ini jika belum pernah mendapatkan latihan yang banyak dalam mengatasi permasalahan berdasarkan sebab-sebab alami, akan meruntuhkan kekuatan dan kejiwaannya, karena ketiadaan iman yang mengarahkannya kepada kesabaran,khususnya dalam kondisi terdesak dan sangat menyedihkan atau menakutkan.

Orang baik dan orang jahat, orang beriman dan orang kafir punya kemungkinan yang sama dalam mewujudkan keberanian dan naluri untuk memperkecil ketakutan, akan tetapi orang beriman memiliki kelebihan berupa kekuatan iman, kesabaran dan tawakkal kepada Allah, berpegang teguh kepada-Nya dan mengharapkan pahala dari Allah ta’ala, semua itu akan menambah keberaniannya,meringankan beban ketakutannya dan memperkecil pengaruh musibah. Sebagaimana Allah berfirman:

إِن تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan pula
sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah, apa yang tidak mereka harapkan.” (An-Nisa: 104).
Mereka juga akan mendapatkan pertolongan dan bantuan khusus dari Allah ta’ala yang dapat menghilangkan ketakutan:
 وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46).
Semoga bermanfaat dan Allah ta'ala menjadikan kita sebagai orang yang senantiasa beriman dan beramal saleh.



B. Berkompetisi Dalam Kebaikkan Anjuran Allah

AL BAQARAH 148

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَمَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

 Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Nabi Muhammad mula-mula beserta para sahabatnya dalam sholatnya mengahadap baitul maqdis selama 16 bulan lamanya.
setelah itu Allah SWT memerintahkan pemindahan arah kiblat ke ka'bah masjidil haram di makkah. akan tetapi pemindahan arah kiblat ini dijadikan alat oleh kaum ahli kitab untuk menjatuhkan kredibilitas Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul. Padahal meraka sudah tahu bahwa Beliau yang mereka kenal sebagai rasul tidaklah mungkin begitu saja memindahkan arah kiblat ke masjidil haram tanpa adanya perintah dari wahyu. 


dalam ayat tersebut Allah SWT menegaskan bahwa setiap umat ada kiblatnya masing-masing.sebagai tempat menghadap ibadah kepada Nya. sehingga kewajiban bagi hamba-hambanya adalah :
mematuhi arah kiblat yang telah ditetapkan oleh wahyu, meskipun perbedaan arah kiblat itu tidak dijelaskan mengenai rahasia hikmahnya.
berkompetisi dalam kebaikan فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ  maka Allah akan membalas setiap amal perbuatan manusia kelak dengan balasan yang setimpal.
surat al baqarah ayat 148  tersebut di atas terdiri dari 4 bagian
 وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا menghadap kiblat itu semata-mata kewajiban syar'i bukan prinsip ajaran agama sepeti halnya meng ESA kan Allah, beriman kepada hari akhir, oleh karena itu dalam masalah kiblat ataupun seperti bilangan rakaat dalam shalat, ukuran harta benda yang wajib di zakatkan, semua itu harus tunduk pada perintah wahyu. Setiap umat ada kiblatnya sendiri-sendiri dalam beribadah. Nabi Ibrahim, Nabi Isamail menghadap ka'bah, Bani Israil menghadap batu besar di baitul maqdis, orang nasrani menghadap arah timur.Masalah kiblat termasuk jenis perbedaan sebagaimana perbedaan suku dan bangsa oleh kaerna itu tidak perlu lagi diperdebatkan.

Dalam ajaran agama ada masalah yang boleh diperdebatkan dan ada masalah yang tidak boleh di perdebatkan ;

Masalah ushul yakni masalah yang sudah di jelaskan secara tegas di dalam al quran maupun hadis. seperti  rukun iman ada 6, rukun islam ada 5, menghadap kiblat, jumlah shalat fardlu, nabi muhammad sebagai nabi terakhir, larangan mkan harta riba. masalah inilah yang umat islamtidak boleh berbeda pendapat.
masalah furu' yakni masalah yang sifat keterangannya tidak jelas didalam al quran mapun hadis, bahkan tidak di singgung sama sekali. seperti melafalkan niat, doa qunut dalam shalat subuh, pelaksanaan shalat I'd di masjid atau di lapangan. masalah yang sperti inilah umat islam di perbolehkan berbeda pendapat.asalkan orang yang mengeluarkan pendapat itu adalah orang yang ahli dalam bidangnya.
2. فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ  potongaayat ini menjelaskan lebih baik saling berlomba-lomba dalam berbuat kebikan dari pada membuang-buang energi memperdebatkan masalah kiblat yang pada akhirnya orang akan menyesal di kemudian hari sebab amalperbuatan seseoranglah yang nantinya dibuat bekal menghadap kepada Nya di akhirat nanti.
3. أَيْنَمَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا  dimana saja kamu berada niscaya Allah akn mengumpulkan kamu sekalian oleh kaeran itu seperti yang sudah di jelaskan di atas bahwa berkompetisi dalam kebikan lebih utama dijadikan sebagai pandangan hidup. persoalan letak geografis maupun kiblat tidaklah temasuk dalam pokok ajaran agama melainkan hanya sebgai wahana dalam kompetisi berbuat kebaikan.
4. إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ maka tidak satu makhluk pun yang dapat menjadikan Allah kuwalahan dalam mengumpulkan umat manusia disana meskipun mereka berjauhan tempatnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar